• (0274) 391007, 391288
  • rsudwonosari06@gmail.com

IURAN BPJS NAIK DAN DESENTRALISASI LAYANAN


Wakil Presiden Yusuf Kalla menyampaikan keputusan tersebut diambil dalam rapat yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo yang dihadiri sejumlah menteri terkait dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Senin (29/7). "Kalau kita tidak perbaiki  BPJS Kesehatan ini, seluruh sistem kesehatan kita runtuh, rumah sakit tidak terbayar, dokter tidak terbayar, kata Yusuf Kalla di kantor Wakil Presiden (30/7).

Untuk membenahi masalah ini, kata JK, rapat secara prinsip menyepakati kenaikan iuran.  Meski begitu besarnya iuran belum diputuskan karena  menunggu kajian dari tingkat Menteri. Rapat juga menegaskan  perlunya perbaikan  manajemen di BPJS Kesehatan terutama terkait kontrol kepatuhan pembayaran dan pembayaran yang harus dijalankan oleh Badan. Rapat juga menyepakati pembagian wewenang BPJS Kesehatan. Jika saat ini BPJS Kesehatan terpusat di Jakarta, ke depan kewenangannya  dibagi kepada masing-masing pemerintah daerah. "Sama dengan pemerintah , tidak mungkin suatu instansi bisa mengontrol 200 juta  lebih anggotanya. Harus didaerahkan. Didesentralisasi, supaya rentang kendalinya dekat, "Kata Wapres. "Supaya 2.500 rumah sakit yang melayani BPJS  Kesehatan bisa dibina,diawasi oleh Gubernur Bupati setempat. Sehingga sistemnya lebih dekat. Orang lebih mudah dan dapat melayani masyarakat lebih cepat, "katanya.

Berdasarkan hasil studi  Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp. 19,41 triliun . Lalu pemerintah menyuntikkkan bantuan keuangan  senilai Rp. 10,29 triliun sehingga posisi gagal bayar menyusut menjadi Rp. 9,1 triliun. 

Di sisi lain  lembaga pemantau masyarakat BPJS Watch menilai rencana Desentralisasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan tidak akan optimal jika tidak ada pembenahan pada pemerintah daerah yang turut berkontribusi terhadap defisit. 

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menjelaskan rencana pemerintah melakukan desentralisasi BPJS Kesehatan perlu dikaji lebih dalam.  Dia menjelaskan , beberapa sumber utama Defisit BPJS Kesehatan adalah besara iuran yang tidak kunjung dinaikkan, kinerja  direksi BPJS Kesehatan yang tidak optimal dalam meningkatkan jumlah kepesertaan  dan tingkat kolektifitas iuran, pemda yang tidak membayar iuran tepat waktu, serta pemda belum sepenuhnya terintegrasi menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Menurut Timboel , desentralisasi  bisa menimbulkan masalah jika pemda tidak dapat menyelesaikan  masalah-masalahnya saat ini, seperti kepatuhan  pembayaran iuran dan pembenahan fasilitas kesehatan atau puskesmas. Alih-alih  menekan defisit, , kedua hal tersebut berpotensi membebani BPJS Kesehatan jika Pemda mendapatkan wewenang,  sementara permasalahan saat ini belum tuntas. 

Pengamat asuransi kesehatan sekaligus  Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Resiko dan Asuransi, Hotbonar Sinaga, berpendapat rencana  desentralisasi program JKN-KIS yang tidak matang malah akan menyerupai Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). "Apanya yang didesentralisasi mesti jelas, kalau begitu (dilaksanakan desentralisasi) mesti ganti nama  menjadi Jamkesda, bukan lagi JKN, "Ujar Bonar.  (Sumber : Solo Pos, 31 Juli 2019)

 

(rsud-w, 2019)

  • By admin
  • 06 Agustus 2019
  • 17

Berita Terbaru


RSUD Wonosari Gelar Workshop Code Stroke: Tingkatkan Kesiapsiagaan Penanganan Stroke Akut di Gunungkidul

WONOSARI – 31/07/25 RSUD Wonosari menyelenggarakan Workshop Code Stroke bagi…

RSUD Wonosari dan RSA UGM Jalin Kerja Sama Pelayanan Kesehatan

Wonosari, 24 Juli 2025 — Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)…

Semarak Hari Anak Nasional, RSUD Wonosari Gelar Edukasi Dongeng “Makanan Bergizi”

Wonosari – Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional tahun 2025,…

Mentoring dan Visitasi Program Pengampuan Layanan Uronefrologi oleh RSUP Dr. Sardjito di RSUD Wonosari

Wonosari_17 Juli 2025, RSUD Wonosari menerima kunjungan tim dari RSUP…